pertanian

Zaman Mesopotamia yang merupakan awal perkembangan kebudayaan, merupakan zaman yang turut menentukan sistem pertanian kuno. Perekonomian kota yang pertama berkembang di sana dilandaskan pada teknologi pertanian yang berkiblat pada kuil-kuil, imam, lumbung, dan juru tulis-juru tulis.
Tulang punggung pertanian terdiri dari tanaman-tanaman yang sekarang masih penting untuk persediaan pangan dunia: gandum dan barlai, kurma dan ara, zaitum dan anggur. Kebudayaan kuni dari Mesopotamia - Sumeria, Babilonia, Asiria, Cahldea - mengembangkan pertanian yang bertambah kompleks dan terintegrasi. Reruntuhan menunjukkan sisa teras-teras, taman-taman dan kebun-kebun yang beririgasi. Emapt ribu tahun yang lalu saluran irigasi dari bata dengan sambungan beraspal membantu areal seluas 10.000 mil persegi tetap ditanami untuk memberi pangan 15 juta jiwa. Pada tahun 700 SM sudah dikenal 900 tanaman.
Pertanian di negara-negara maju yang kita lihat saat ini tidak bisa lepas dari peran kejayaan Mesopotamia di masa lampau tanaman seperti durum (hard wheat) dan Semolina (bahan baku spageti) berasal dari timur tengah yang dibawa oleh

Senin, 27 September 2010

agribisnis perikanan tangkap di kabupaten pesisir selatan propinsi sumatera barat

Sumberdaya pesisir dan lautan merupakan salah satu aset bangsa yang strategis untuk dikembangkan dengan basis kegiatan ekonomi pada pemanfaatan sumberdaya alam dan jasa-jasa lingkungan pesisir dan lautan. Dengan melihat potensi yang dimiliki, sumberdaya pesisir dan lautan dapat dijadikan sebagai sumber pertumbuhan baru dan sumberdaya utama bagi daerah untuk masa yang akan datang. Salah satu pertumbuhan baru perekonomian tersebut adalah sektor perikanan, mengingat prospek pasar baik dalam negeri maupun internasional cukup cerah. Kegiatan perikanan laut yang meliputi kegiatan perikanan tangkap dan kegiatan budidaya memberikan kontribusi cukup besar terhadap perikanan nasional. Kontribusi perikanan laut terhadap produksi perikanan nasional mencapai 80,21 persen dimana sebagian besar merupakan hasil perikanan tangkap, sedangkan dari hasil perikanan budidaya laut masih relatif terbatas (Martasuganda et al, 2004).

Kabupaten Pesisir Selatan merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Sumatera Barat yang memiliki perairan laut terluas yaitu 86.654 km2. Dengan garis pantai sepanjang 218 km Kabupaten Pesisir Selatan memiliki 5 teluk, 26 pulau serta 20 muara sungai besar dan kecil. Kondisi ini mengindikasikan bahwa perairan pesisir pantai dan pulau-pulau kecil serta perairan laut Kabupaten Pesisir Selatan relatif kaya akan berbagai jenis komoditi perikanan dan kelautan yang sangat potensial untuk dikelola secara optimal, berkelanjutan dan terkendali.

Untuk mengoptimalkan pemanfaatan potensi sumberdaya ikan laut dan menjadikannya sebagai penggerak utama (prime mover) pembangunan ekonomi daerah maka Dinas Kelautan dan Perikanan telah menjalankan beberapa strategi yang terkait dengan perikanan tangkap. Keberhasilan pelaksanaan strategi yang telah dicapai oleh Dinas Kelautan dan Perikanan, belum mampu memberikan peluang bagi pengembangan perikanan yang berkelanjutan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat nelayan karena strategi yang diterapkan kurang optimal dan belum sepenuhnya berpijak pada wawasan sistem agribisnis yang baik dan benar sehingga masih banyak permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan usaha perikanan tangkap di Kabupaten Pesisir Selatan. Oleh karena itu untuk pembangunan sektor perikanan tangkap Kabupaten Pesisir Selatan di masa yang akan datang, perlu dikembangkan beberapa strategi yang berwawasan agribisnis. Dengan adanya strategi pengembangan agribisnis perikanan tangkap diharapkan dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan nelayan, pemanfaatan sumberdaya ikan laut yang optimal, penyerapan tenaga kerja dan meningkatkan nilai tambah bagi pendapatan daerah.
Tujuan dari penelitian ini adalah (1) menganalisa faktor-faktor eksternal dan internal yang mempengaruhi pengembangan agribisnis perikanan tangkap di Kabupaten Pesisir Selatan; (2) mengembangkan alternatif strategi yang dapat diambil oleh Pemda Kabupaten Pesisir Selatan (Dinas Kelautan dan Perikanan) dalam pengembangan agribisnis perikanan tangkap dengan mempertimbangkan kondisi lingkungan eksternal dan internal yang mempengaruhinya; (3) menentukan strategi prioritas untuk pengembangan agribisnis perikanan tangkap di Kabupaten Pesisir Selatan.

Pengambilan responden dilakukan metode purposive sampling yang dilakukan dari bulan Februar - Maret 2005. Analisis data meliputi analisis deskriptif faktor eksternal dan internal yang digunakan untuk mengidentifikasi faktor-faktor strategis lingkungan internal dan eksternal yang mempengaruhi pengembangan agribisnis perikanan tangkap, analisis matriks IFE (Internal Factor Evaluation) dan EFE (External Factor Evaluation) digunakan untuk mengevaluasi faktor-faktor internal yang berkaitan dengan faktor kekuatan dan kelemahan yang dianggap penting dan mengevaluasi faktor-faktor eksternal yang berkaitan dengan peluang dan ancaman yang dihadapi oleh Pemda, analisis TOWS yang digunakan untuk menentukan alternatif formulasi strategi dengan melakukan perbandingan berpasangan antara faktor kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman. Terakhir dengan analisis AHP (Analytical Hierarchy Process) digunakan untuk memilih alternatif strategi prioritas yang telah dihasilkan dari analisis TOWS.

Faktor-faktor lingkungan berpengaruh yang sangat menentukan keberhasilan pengembangan agribisnis perikanan tangkap, terdiri dari faktor internal (kekuatan dan kelemahan) serta fakror eksternal (peluang dan ancaman).

Faktor-faktor internal kekuatan dimiliki untuk pengembangan agribisnis perikanan tangkap di Kabupaten Pesisir Selatan, yaitu : (1) potensi sumberdaya ikan laut; (2) ketersediaan tenaga kerja; (3) koordinasi antar instansi terkait; (4) dukungan kebijakan Pemda; (5) program bantuan pemda yang mendukung. Sedangkan faktor-faktor kelemahannya adalah : (1) rendahnya kualitas SDM aparat dan nelayan; (2) sarana penangkapan masih bersifat tradisional; (3) teknologi pengolahan bersifat tradisional; (4) kualitas produk rendah; (5) kurangnya cabang Dinas Kelautan dan Perikanan tingkat kecamatan serta kelompok dan koperasi nelayan yang belum berfungsi secara optimal; (6) ketersediaan modal usaha terbatas; (7) sistem pemasaran lemah; (8) sarana prasarana pendukung perikanan tangkap kurang memadai.

Faktor-faktor eksternal peluang yang mempengaruhi pengembangan agribisnis perikanan tangkap di Kabupaten Pesisir Selatan, yaitu : (1) kebijakan pemerintah pusat mendukung perikanan tangkap; (2) permintaan produk ikan terus meningkat; (3) perkembangan teknologi penangkapan, pengolahan dan informasi; (4) kerjasama investor dan perbankan; (5) pelabuhan perikanan samudera Bungus dan pembangunan bandara Ketaping. Sedangkan faktor-faktor ancamannya yaitu : (1) fluktuasi harga ikan; (2) masuknya pesaing baru; (3) penangkapan ikan dengan alat tangkap terlarang; (4) sosial budaya masyarakat yang kurang kondusif; (5) perdagangan hasil tangkapan ikan di tengah laut (transhipment). Berdasarkan analisis matriks IFE dihasilkan total skor tertimbang sebesar 1,946 yang berarti dalam pengembangan agribisnis perikanan tangkap di Kabupaten Pesisir Selatan lemah secara internal karena nilai skor berada di bawah rata-rata 2,5. Sedangkan dari analisis matriks EFE dihasilkan skor tertimbang sebesar 2,167 (di bawah rata-rata) yang menunjukkan bahwa Pemda atau Dinas Kelautan dan Perikanan merespon di bawah rata-rata faktor peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi, dengan kata lain strategi yang dilaksanakan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan selama ini dalam pengembangan agribisnis perikanan tangkap di Kabupaten Pesisir Selatan merespon di bawah rata-rata baik peluang dan ancaman yang dihadapi.

Berdasarkan analisis matriks TOWS yang diperoleh dari analisis EFE dan IFE, didapatkan tujuh alternatif strategi yang dapat diterapkan dalam pengembangan agribisnis perikanan tangkap di Kabupaten Pesisir Selatan yaitu :
Strategi S-O, terdiri dari dua alternatif strategi, yaitu (1) peran serta pemerintah daerah dalam memfasilitasi sumber permodalan, sarana prasarana serta pembinaan kepada pelaku usaha perikanan tangkap; (2) menciptakan daya tarik investasi. Strategi S-T, terdiri dari dua alternatif strategi, yaitu (1) pengembangan teknologi yang canggih dan berwawasan lingkungan; (2) meningkatkan kerjasama antar lembaga terkait dalam pengawasan dan pengamanan wilayah perairan laut. Strategi W-O, terdiri dari dua alternatif strategi, yaitu (1) kemitraan dengan pengusaha swasta; (2) meningkatkan kerjasama antar berbagai lembaga terkait dalam memperluas jaringan pemasaran dan penerapan teknologi yang lebih maju. Strategi W-T, terdiri dari satu alternatif strategi, yaitu peningkatan kualitas SDM aparat dan nelayan. Prioritas strategi pengembangan agribisnis perikanan tangkap yang dapat direkomendasikan kepada Dinas Kelautan dan Perikanan berdasarkan hasil analisis PHA, dapat diurutkan prioritas strategi yaitu :menciptakan daya tarik investasi dan kemitraan dengan pengusaha swasta.

Saran dari penelitian ini adalah perlu dilakukannya penelitian lanjutan untuk strategi pengembangan agribisnis budidaya perikanan laut dan pantai (tambak) agar kegiatan usaha ini dapat lebih berkembang dan perlu adanya kajian lebih lanjut mengenai analisis kelayakan investasi untuk usaha perikanan tangkap.

MUSNI TRI SUSILAWATI, 2005. Strategi Pengembangan Agribisnis Perikanan Tangkap di Kabupaten Pesisir Selatan. Di bawah bimbingan ARIEF DARYANTO dan KIRBRANDOKO


Tidak ada komentar:

Posting Komentar