pertanian

Zaman Mesopotamia yang merupakan awal perkembangan kebudayaan, merupakan zaman yang turut menentukan sistem pertanian kuno. Perekonomian kota yang pertama berkembang di sana dilandaskan pada teknologi pertanian yang berkiblat pada kuil-kuil, imam, lumbung, dan juru tulis-juru tulis.
Tulang punggung pertanian terdiri dari tanaman-tanaman yang sekarang masih penting untuk persediaan pangan dunia: gandum dan barlai, kurma dan ara, zaitum dan anggur. Kebudayaan kuni dari Mesopotamia - Sumeria, Babilonia, Asiria, Cahldea - mengembangkan pertanian yang bertambah kompleks dan terintegrasi. Reruntuhan menunjukkan sisa teras-teras, taman-taman dan kebun-kebun yang beririgasi. Emapt ribu tahun yang lalu saluran irigasi dari bata dengan sambungan beraspal membantu areal seluas 10.000 mil persegi tetap ditanami untuk memberi pangan 15 juta jiwa. Pada tahun 700 SM sudah dikenal 900 tanaman.
Pertanian di negara-negara maju yang kita lihat saat ini tidak bisa lepas dari peran kejayaan Mesopotamia di masa lampau tanaman seperti durum (hard wheat) dan Semolina (bahan baku spageti) berasal dari timur tengah yang dibawa oleh

Senin, 27 September 2010

Strategi Penyelamatan Lingkungan Hidup

Oleh : Saikhunal Azhar
Dinamika kehidupan manusia dari awal perkembangannya hingga zaman modern dewasa ini telah mengalami beberapa lompatan sejarah peradaban. Dan kini barangkali lompatan tertinggi dalam sejarah peradaban umat manusia itu telah sampai pada momentumnya.

Peradaban itu sekarang telah memasuki sebuah babak baru yang disebut dengan modernisasi. Hal ini ditandai dengan laju perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang demikian pesat hampir di seluruh lini kehidupan sebagai maenstream.

Kondisi tersebut dengan serta merta akan mengubah mindset, sikap dan cara pandang umat manusia terhadap kehidupan dan lingkungan hidupnya. Atau dengan bahasa lain terjadinya pergeseran nilai sosial dan budaya manusia (cultural evolution). Akibat perkembangan budaya manusia dan peradaban yang dibawanya serta teknologi sebagai instrumen yang menyertainya menjadikan pandangan manusia terhadap lingkungan alamiah mengalami perubahan yang berarti.

Dengan ilmu dan teknologi yang dimilikinya manusia telah merasa menguasai lingkungan. Sehingga acap kali memperlakukan lingkungan tersebut dengan seenaknya sendiri.Pergeseran budaya tersebut terjadi sejalan dengan perubahan sistem dan orientasi sosial akibat semakin menyempitnya sumber daya yang ada sebagai akibat semakin meningkatnya kebutuhan hidup manusia di satu sisi dan pertambahan populasi penduduk secara signifikan di sisi lain. 

Fenomena seperti ini menyebabkan lahirnya budaya komsumtif dan berlakunya logika economics minded dalam aktivitas kehidupan sosial termasuk di dalamnya treatmen terhadap alam dan lingkungan. Dengan demikian segala sesuatu akan dipandang sebagai sebuah komoditas ekonomi tanpa menghiraukan aspek konservasinya.

Pada sisi lain, dengan meningkatnya populasi manusia di planet bumi maka akan semakin menambah maraknya aktivitas terhadap lahan dan sumberdaya potensial di dalamnya dalam rangka mempertahankan kelangsungan hidup manusia sehingga dalam jangka panjang akan terjadi ketergantungan yang luar biasa terhadap lingkungan alam. Ketika budaya dan cara pandang seperti ini telah mewabah dan menjangkiti semua orang maka ketika itu pula eksploitasi terhadap alam dan lingkungan menjadi sebuah aktivitas yang lazim dilakukan. Apalagi jika semua pihak merasa diuntungkan dengan aktivitas tersebut. Dalam jangka panjang fenomena ini menyebabkan terjadinya kerusakan lingkungan dan bencana alam.

Setidaknya sekitar satu dekade terakhir, isu kerusakan lingkungan telah mulai gencar disuarakan oleh masyarakat di berbagai belahan dunia. Mulai dari kerusakan lingkungan darat, laut maupun udara. Hampir di semua ranah jagad raya ini nyaris tak terlewatkan dari kerusakan. Sederet kerusakan lingkungan tersebut antara lain adalah; ketidakseimbangan siklus alam dan ekosistem sehingga menyebabkan terjadinya banjir, tanah longsor, krisis air/kekeringan dan seterusnya.  Hal ini terjadi karena dampak kerusakan hutan akibat pembalakan liar (illegal logging), pembukaan lahan untuk pertanian, tempat tinggal dan kawasan industri. 

Demikian pula di lingkungan udara, pencemaran udara akibat polusi dan efek rumah kaca yang kini tengah mencapai titik kulminasi merupakan fakta terparah yang tengah terjadi. Efek rumah kaca menyebabkan terjadinya kerusakan lapisan ozon dan pada puncaknya akan terjadi pemanasan global (global warming).

Hal itu terjadi karena senyawa-senyawa kimia yang secara tidak sadar terus kita produksi dalam aktivitas sehari-hari akan menyebabkan timbulnya lubang di lapisan ozon yang berfungsi melindungi kita dari radiasi ultraviolet. Selain itu penggunaan bahan bakar yang dapat menyebabkan terbentuknya gas-gas panas yang tidak dapat keluar dari lapisan atmosfer juga menjadi catatan kelam tersendiri dalam daftar panjang kerusakan lingkungan udara saat ini.

Semua ini pada akhirnya mengerucut pada budaya manusia dalam memandang, menyikapi dan memperlakukan alam dan lingkungan hidupnya. Oleh karenanya diperlukan sebuah strategi baru dalam menyelamatkan lingkungan yang kian parah itu. Masalah ini tentunya menjadi tanggungjawab kita bersama sebagai mahluk penghuni bumi dan jagad raya untuk mencari solusi, berpikir arif dan bijaksana sehingga kerusakan lingkungan dapat dikendalikan meski sedikit terlambat.

Pendekatan Budaya
Pendekatan hukum yang telah dilakukan selama ini ternyata tidak terbukti ampuh dalam mencegah aktivitas manusia yang dapat berdampak buruk terhadap lingkungan.  Selain karena lemahnya supremasi hukum yang ada, juga karena terlalu banyaknya relung-relung yang tak tersentuh oleh tangan hukum.

Lemahnya supremasi hukum di negeri ini menjadi alasan mendasar mengapa efektivitas hukum diragukan. Karena dalam praktiknya fatwa hukum hanya berbicara atas nama kepentingan. Dan keadilan hukum belum berdiri di atas kebenaran yang hakiki. Akibatnya pengadilan tidak lebih dari sebuah media untuk melakukan pembenaran bukan tempat mulia untuk menegakkan kebenaran dan keadilan. Dalam kondisi kebekuan seperti ini, pendekatan budaya menurut hemat penulis dapat dijadikan jurus alternatif yang sangat efektif dalam mengatasi masalah tersebut. Karena budaya melekat (inheren) dengan manusia sebagai pelaku utama dalam konteks ini.  

Namun bagaimana pendekatan budaya ini dapat berjalan dengan baik dan benar tentu harus diformulasikan terlebih dahulu. Artinya, hal ini tidak dapat berjalan secara otomatis namun diperlukan pra-kondisi, kebijakan dan instrumen pendukung yang memadai. Pendekatan budaya pada intinya terletak pada cara berpikir, sikap dan perilaku manusia dalam memperlakukan alam dan lingkungan sebagai amanat yang harus dijaga dan dilestarikan.

Dengan demikian pendekatan budaya lebih bersifat preventif dan subyektif. Karena berkaitan langsung dengan manusia secara pribadi. Sehingga dalam prakteknya di lapangan akan menutup rapat celah KKN seperti layaknya yang terjadi dalam pendekatan hukum selama ini. Karena apabila terjadi pelanggaran maka yang akan diberlakukan adalah  hukuman sosial yang diputuskan melalui musyawarah bersama. Namun demikian yang terpenting dalam konteks ini adalah bagaimana agar hal tersebut dapat diberlakukan secara massif bagi seluruh rakyat di negeri ini.

Ada beberapa upaya yang dapat dilakukan oleh pemerintah bersama masyarakat sehingga pendekatan budaya dapat berjalan efektif.

Pertama, memberikan sosialisasi dan pemahaman kepada publik akan pentingnya menjaga dan menyelamatkan alam dan lingkungan dari kerusakan, termasuk di dalamnya adalah memberikan pengetahuan tentang bentuk-bentuk kerusakan lingkungan dan bahayanya bagi kehidupan manusia.

Kedua, kondolidasi dengan para tokoh masyarakat, ketua adat, tokoh agama di masing-masing komunitas masyarakat. Upaya ini menurut hemat penulis sangat efektif dalam mengubah budaya masyarakat. Karena pada umumnya masyarakat akan mematuhi apa yang disampaikan oleh sesepuh atau tokoh yang mereka tuakan, ketimbang pemerintah atau petugas penyuluh misalnya. Dengan demikian, melalui tokoh masyarakat, ketua adat dan tokoh agama ini pendekatan budaya untuk menyelamatkan lingkungan akan cepat sampai dan diikuti oleh masyarakat luas.

Ketiga, memberikan reward atau semacam insentif kepada kelompok masyarakat yang terbukti mampu memelihara, melestarikan dan menjaga alam dan lingkungan sekitarnya dari kerusakan.

Hal ini bisa dimulai dari hal yang paling kecil, misalnya, komunitas masyarakat di sekitar sungai yang terbukti mampu memelihara sungai dengan baik, tidak mengotori dengan sampah dan lain sebagainya. Dari hal yang kecil ini secara bertahap tentu akan dapat merangsang kepada kelompok masyarakat lainnya untuk mengikuti langkah serupa.  

Jika pendekatan tersebut dapat diaplikasikan secara massif bagi seluruh rakyat di negeri ini barangkali kerusakan lingkungan akan dapat diatasi. Namun demikian dalam pelaksanaannya tentu diperlukan komitmen semua pihak untuk mengawal gerakan budaya menyelamatkan ini agar berjalan efektif dan tepat guna.  
    
Kondisi kerusakan lingkungan dan alam yang terjadi saat ini memang tidak dapat dilepaskan dari campur tangan manusia akibat gaya hidup dan budaya yang menyertainya. 

Oleh karenanya strategi yang paling efektif dalam pandangan penulis adalah melalui pendekatan budaya itu sendiri. Yakni dengan mengubah gaya hidup dan budaya masyarakat menjadi gaya hidup dan budaya yang ramah terhadap lingkungan . sehingga akan melahirkan sebuah kesadaran akan pentingnya menjaga, merawat dan melestarikan lingkungannya masing-masing di mana mereka tinggal.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar